Pontenology

Pontenology

Saturday, September 28, 2013

Budaya Ponten Kita

Ponten.

Hal apa yang pertama kali terlintas di benak Anda ketika mendengar kata ini? Sebagian orang mungkin merasa asing dengan kata ponten. Ponten adalah sebutan lain untuk toilet atau WC. Kata ponten itu berkembang dari bahasa daerah Jawa dan masih digunakan oleh sebagian kalangan masyarakat. 
Dalam benak kita, pasti membayangkan ponten atau toilet itu merupakan sebuah ruangan yang dilengkapi kloset, persediaan air, aman, dan higenis dan sebagaimana kita ketahui berfungsi sebagai tempat untuk membuang hajat, tempat mencuci tangan dan muka. Namun, dalam pembahasan berikut ini, ponten yang dimaksud tidak hanya terbatas pada pengertian di atas, tetapi lebih mengarah kepada budaya ponten itu sendiri.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Lantas kita berpikir budaya apakah yang dapat berkembang dari ponten.

Seorang wanita muda masuk ke dalam ponten, menghampiri cermin yang ada dan mulai memperhatikan dirinya. Wanita itu merogoh sisir kecil dari dalam tas dan menata ulang rambutnya. Setelah sekian kali mencermati bayangannya di cermin, wanita itu mengeluarkan gadgetnya dan mengambil beberapa gambar dirinya dengan berbagai gaya.
Kasus seperti ini mungkin pernah kita alami, atau bahkan kita pernah melakukannya. Kebiasaan-kebiasaan ini terus berkembang dan menciptakan budaya. Budaya yang muncul melalui contoh di atas adalah budaya narsis. Budaya ini juga semakin berkembang sejak  teknologi informasi dan komunikasi tumbuh pesat di era global saat ini. Contoh kasus lainnya adalah kebiasaan ngerumpi di dalam toilet yang biasa dilakukan oleh anak sekolahan untuk menghilangkan kejenuhan di kelas.
Namun apakah kasus seperti itu terjadi di ponten yang terletak di terminal bus, atau stasiun kereta? Mungkin saja ada, tapi tidak sesering yang dapat kita lihat di mall. Ponten yang terletak di terminal bus tentunya tidak sebagus yang ada di mall-mall. Keadaannya biasa-biasa saja, tidak ada desain interior yang khusus. Mengapa? Tentu saja ponten di terminal bus dirancang sesuai dengan fungsinya. Contohnya pada terminal Bungurasih dan terminal Joyoboyo, Surabaya. Terminal ini selalu ramai dengan orang-orang yang hendak berpergian ke luar kota. Ponten menjadi kebutuhan yang mungkin pertama kali dicari oleh para penumpang. Kebanyakan dari mereka sedang terburu-buru sehingga ponten tidak digunakan sebagai tempat untuk ngerumpi apalagi narsis. Hal lain yang dapat mempengaruhi hal ini adalah kesenjangan sosial atau terjadinya perbedaan kualitas hidup. Pengguna terminal bus sebagian besar adalah masyarakat menengah kebawah sehingga ponten yang disediakan disesuaikan dengan kebiasaan hidup mereka. 

No comments:

Post a Comment